Friday, February 13, 2009

Air Mataku Untuk Gaza

Setiap kali melihat tayangan di televisi khususnya di Aljazeera tentang kondisi yang dihadapi masyarakat Gaza saat ini, langsung air mataku mengalir. Betapa tidak, penderitaan yang mereka alami akibat kekejaman Israel begitu besar. Lebih dari lima ribu orang menderita dan ribuan jiwa melayang akibat serangan yang membabi buta dari tentara Israel.

Pedih, ketika stasiun TV menyiarkan mereka yang menderita sebagian besar adalah anak-anak. Mereka kehilangan keluarga yang dikasihi dan kehilangan rasa aman. Mereka hanya anak-anak lugu yang belum tahu apa yang sebenarnya terjadi di sekelilingnya. Ketika mereka bertanya pada orang-orang asing di sekelilingnya, "Dimana ibu?" dan yang satunya bertanya "Dimana ayah?" sedang yang lain bertanya "Dimana kakak dan adik?" bahkan mungkin ketika mereka sudah tak bernyawa lagi mereka bertanya pada diri mereka "Dimana saya?"

Penderitaan yang mereka alami hanya bisa aku tonton di televisi, aku tidak punya uang untuk aku sumbangkan agar mereka bisa bertahan hidup, atau menjadi sukarelawan membantu mereka yang menjadi korban, aku hanya punya doa semoga mereka cepat keluar dari penderitaan bertubi-tubi yang mereka alami. Mereka telah kehilangan segalanya, saudara, keluarga, rumah, tanah dan rasa aman.

Jarak Gaza dari tempat tinggalku sebenarnya hanya lima jam perjalanan jika ditempuh dengan kendaraan, namun proses masuk menuju Gaza tidaklah mudah. Pemerintah Mesir memberlakukan peraturan yang sangat ketat bagi berbagai bantuan yang akan masuk ke Gaza. Maklumlah, Mesir telah terikat dengan perjanjian Camp David di era pemerintahan Anwar Sadat. Mungkin Mesir sudah capek berurusan dengan Israel sehingga menyetujui isi perjanjian tersebut dan kompensasinya juga menguntungan Mesir. Dari perjanjian tersebut Mesir menerima dana hibah dari negeri paman Sam yang jumlahnya tidak sedikit. Kalau Indonesia mendapat uang atas nama hutang, kalau Mesir hibah yang artinya ia diberi uang oleh Amerika tanpa harus dikembalikan. Wajarlah jika Mesir tetap tenang-tenang saja tidak membantu tetangga yang juga saudaranya ketika tengah dibantai oleh Israel secara biadab tak berperikemanusiaan.

Ingin kuhancurkan saja layar TV didepanku ketika menyimak Ehud Barrack diwawancarai oleh sejumlah wartawan terkait penyerangan yang dilakukan bangsanya terhadap bangsa yang tanahnya mereka duduki, ketika ia berkata bahwa penyerangan akan terus berlangsung sampai negaranya mendapat jaminan bahwa Hamas tidak akan melemparkan rudal-rudalnya ke arah Israel. Padahal saat itu sudah ada ribuan jiwa terluka dan ratusan nyawa melayang.

Sudah sewajarnya jika seseorang yang haknya dirampas melakukan perlawanan kepada pihak yang telah merampas hak tersebut. Tanah Palestina adalah milik rakyat Palestina, mengapa Israel begitu tak tahu diri merempas tanah mereka dan langsung mengklaim bahwa tanah itu miliknya karena Tuhan telah menjanjikan tanah itu pada mereka sebagaimana kitab suci mereka berkata.

Memang jika kita melihat sejarah terusirnya bangsa Yahudi dari tanah arab adalah karena perluasan islam di negara arab. Jika kita baca tentang sejarah peperangan yang dilakukan nabi dalam mempertahankan hidup dari serangan kaum musyrik dan dalam menegakkan keadilan di muka bumi maka akan terlihat bahwa salah satu diantara mereka yang berperang dengan kaum muslim adalah bangsa yahudi yang bekerja sama dengan kaum kafir untuk memerangi nabi Muhammad dan kaum muslim dalam menyebarkan islam. Namun sayangnya mereka kalah dan harus terusir dari tanah mereka dan meninggalkan harta mereka menjadi harta rampasan perang kaum muslim. Sebagaimana yang terjadi pada perang Bani Nadir, Bani Kuraidoh dan lainnya dimana kaum muslim melakukan penaklukan pada kaum yahudi di Jazirah Arab. Mereka akhirnya berpencar dan hidupnya berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain. Ada yang ke Iran, Jerman, bahkan ada yang sampai Amerika dan disanalah hidup mereka terjamin, dibawah lindungan sang negara adidaya. Sampai akhirnya ada seruan untuk kembali ke tanah mereka sebagaimana yang disebut dengan gerakan zionisme.

Begitulah akhirnya, ketika khilafah islamiyah dibubarkan oleh Mustafa Kemal Attaturk, jalan menuju zionisme semakin terbuka sampai akhirnya berdirilah negara Israel di tanah Palestina yang dengan PD-nya mendeklarasikan kemerdakaannya pada 14 Nei 1948.

Bagaimanapun sudah terlanjur berdiri negara Israel, pendudukna sudah menyulap sepotong tanah yang tandus itu menjadi sebuah surga yang tidak mudah bagi yang membangunnya dengan susah oayah menyerahkan begitu saja kepada bangsa Palestina. Yang menjadi masalah saat ini adalah bagaimana Israel dan Hamas berdamai, karena Hamas tidak mau mengakui berdirinya negara Israel di tanah mereka dan Israel pun tak akan sudi melepas negaranya.

Sampai saat ini sudah banyak berlangsung berbagai pertemuan yang membahas tentang nasib bangsa Palestina namun selalu saja menemui jalan buntu. Tidak hanya itu masalah dalam negeri Palestina yang selalu saja tidak pernah akur antara Hamas dan Fatah semakin memperburam masalah. Fatah yang beraliran moderat selalu saja menjadi lawan Politik Hamas yang beraliran keras. Kalau di dalam negerinya saja tidak bersatu bagaimana bisa mencapai cita-cita kemerdekaan Palestina. Akhirnya Gaza yang menjadi korban. Masihkan mereka berseteru setelah apa yang terjadi pada saudara mereka sendiri?

Gaza oh Gaza....aku pilu melihat penderitaanmu. Anak-anakmu kini menderita trauma yang tidak bisa disembuhkan dalam jangka waktu yang pendek. Mereka menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri betapa ayah, ibu, kakak, adik, paman, bibi dan teman-teman mereka mati di hadapan mereka akibat hujan bom yang dilakukan Israel. Akankan penderitaan ini akan terus berlangsung?