Thursday, June 28, 2007

Musim Panas Tahun Ini

Sudah dua hari ini, suhu udara di Kairo tak bersahabat. Ketika aku melihat prakiraan cuaca di Al-Jazeera ternyata mulai dari hari Rabu kemarin suhu udara sekitar 43 derajat celcius. Wah benar-benar bisa bikin orang collapse kalau seharian di luar rumah.

Tapi, meskipun udara begitu panas di luar, aku lihat orang-orang Mesir tetap beraktifitas seperti biasa. Kebetulan tepat di bawah apartemenku ada bengkel mobil dan took onderdil mobil juga jasa percetakan untuk plang iklan, spanduk dan etalase toko, mereka sama sekali tidak terlihat letih lesu dengan suhu udara yang begitu menyengat.

Mereka bias terus bekerja seperti biasa, tapi ada satu yang sering terdengar di telingaku, frekwensi teriakan mereka sepertinya semakin bertambah. Mungkin ini dia salah satu dampak dari kenaikan suhu global di bumi saat ini. Orang-orang Mesir jadi tambah sering teriak-teriak, ala maak ini dia yang buat aku tak tahan.

Angin pun cukup kencang, dengan membawa debu dalam tiupannya yang panas menyengat, oh…saat udara panas seperti ini yang kuinginkan bias pergi tamasya ke Puncak, tapi hahaha…it's just my dream.

Negara Mesir memang sebagaian besar buminya adalah gurun pasir jadi ya bukan hal yang baru lagi soal panasnya. Malah inilah saah satu ciri tanah Arab, kalau bukan karena sungai nil, mungkin dari dulu banyak orang yang hijrah ke tanah lain, memang benarlah "nil hadiah untuk Mesir".

Suhu di Kairo tak sepanas suhu di daerah Aswan yang mungkin suhunya bias mencapai 46 derajat di musim panas, atau daerah lain yang masih dikelilingi gurun pasir. Di ibukota negara yang dijuluki ibunya peradaban ini, memang sudah banyak dilakukan penghijauan. Ini yang membuat Mesir berbeda dengan Indonesia, kalau di Indonesia yang hijau jadi gundul dan gersang bak di sulap seperti padang pasir, sedangkan di lembah sungai nil ini, gurun pasir disulap jadi hutan rindang yang teduh. Dimana-mana diadakan reboisasi.

Kalau masalah ini saya patut acungkan jempol untuk Mesir, dan selayaknya Indonesia mengikuti langkah-langkah positif seperti ini, bukan malah menebangi jalur hijau hanya untuk pembangunan jalan "busway". Sungguh tidak bijak keputusan itu, ya akibatnya ketika hujan deras datang, banjirlah yang merajalela akibat tak lagi yang bias menyerap air-air hujan itu di tanah ibukota negara yang dahulu dijuluki zamrud khatulistiwa itu.

Anyway, seberapa panasnya di bumi para nabi ini, aku hrus tetap bertahan sampai saatnya nanti kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Dan mudah-mudahan ketika aku pulang nanti bumiku tidak menjadi gurun pasir yang panasnya seperti yang kualami sekarang ini.

Tuesday, April 17, 2007

Badai Debu Kairo

Pagi ini aku pergi ke kampus agak terlambat, karena kupikir duktur yang akan hadir pada hari ini pun akan terlambat. Selain karena biasanya beliau terlambat, cuaca hari ini pun tidak begitu bersahabat. Pukul tujuh pagi ini, sebelum siap-siap berangkat, kusempatkan membuka kabar tentang prakiraan cuaca hari ini di Nile akhbar, ternyata hari ini cukup panas yang ditunjukkan dengan angka 36 derajat untuk ukuran maksimum hari ini.

Aku pun siap-siap dengan pakaian tipis, agar tidak kepanasan nantinya. Di dalam rumah aku tak merasakan kondisi sebagaimana yang ada di luar. Namun setelah kulangkahkan kakiku dari pintu gerbang apartemenku, ooh..ternyata angin begitu kencang ditambah debu yang bertebaran tertiup angin nan berhembus begitu kuat. Kulangkahkan kakiku dengan mantap meuju kampu meskipun angin dan debu terus mengelilingiku.

Hawa begitu panas, ingin rasanya aku di rumah menikmati segelas air dingin, hmm...yah tapi sudah kubulatkan tekadku untuk kuliyah hari ini.

Setengah jam kemudia akhirnya aku pun sampai di kampusku tercinta. Alhamdulillah kendaraan menuju kampus tidak begitu sulit pagi ini. Meskipun harus membayar agak mahal karena kendaraan yang kutumpangi bukan bis umum tapi eltramco yang harganya nggak pasti selalu berubah menurut selera sang sopir. Tak apalah yang penting aku sampai di kampus.

Sesampainya di depan kelas, ternyata duktur sudah ada di dalam, mungkin beliau baru saja tiba melihat keadaannya yang masih berdiri dan baru mengucap salam. Aku pun langsung memposisikan diri tepat di depan duktur, tempat biasanya aku duduk. Bukan di mudaraj seperti yang lain tapi aku membawa sendiri sebuah kursi dan kuletakkan pas di depan podium duktur. Karena aku pikir, mudarraj terlalu penuh di bagian depan, sedang aku nggak mau duduk di bagian belakang, karena suara duktur pastinya tak jelas.

Aku begumam dalam hati, kok duktur Izzah yang masuk, bukankah beliau di jam terakhir, madah ulum quran? Seharusnya sekarang duktur Abdussalam, madah tauhid.

Beberapa menit setelah kubergumam, duktur Abdusalam muncul, dan duktur Izzah pun undur diri karena jam ini hak duktur Tauhid. Muhadoroh tauhid pun dimulai.

Setelah satu jam setengah lamanya, akhirnya pelajaran tauhid pun selesai. Kami tingkat dua ushuluddin, keluar sejenak karena kelas dipakai oleh tingkat empat hadis. Tak kusangka begitu keluar kelas, yang kulihat di luar langit sangat gelap, ternyata badai debu pagi tadi masih berlanjut bahkan semakin parah siang ini.

Bau debu sagat menusuk, udara begitu pengap dan panas. Hawa yang tidak nyaman, kotor, berdebu dan panas, oh jauh sekali ibanding dengan Indonesiaku yang tak pernah ada badai debu. Semua tempat berdebu, lantai, dinding, kursi, jendela, kaca, semuanya.

Aku pun ingin mengabadikan momen ini dengan kamera digital yang kubawa. Aku pun keluar dan memotret dua buah tempat di sekitar halaman kampus yang ditiup angin dan debu. Yup aku pun kembali masuk ke dalam mabna qodim. dan mencari tempat nyaman untuk duduk.

Maka pukul tiga siang, berakhirlah semua mmuhadoroh hari ini. Kondisiku begitu lelah dan lesu. Dengan langkah lunglai akupun pulang menuju mahattoh kuliyah banat yang jaraknya cukup membuatku terkena sengatan matahari dan debu lama.

Ketika aku ingin mengabadikan momen ini lagi, tak kusangka, kamera ku tak bekerja...Aduh kenapa ini?
Aku kebinungan mencari sebab rusaknya kameraku, sepertinya aku tidak melakukan apa-apa yang membuat dia rusak deh....

Ya sudah akhirnya kuputuskan untuk cepat-cepat sampai ke rumah dengan mempercepat langkahku menuju halte. Akhirnya mobil pun aku dapatkan setelah agak lama menunggu. Huh debu dan panas, benar-benar membuatku sakit dan pusing. Perasaanku juga jadi ikut-ikutan nggak mood.

Sesampainya di rumah aku langsung mengguyur semua badanku. Debu begitu penuh menempel di bajuku. Terbukti dengan hitamnya air sabun yang kutuang ke bajuku.

Oh badai debu

cepatlah berlalu

ku tak mau

kau mengikuti selalu

Friday, April 13, 2007

Tentang Keluarga

Keluarga....
Keluarga adalah tempat dimana kita bisa merasakan berbagai cinta. Cinta pada ayah, ibu, adik, kakak, kakek, nenek, suami, anak-anak dan cinta kepada seluruh anggota keluarga kita yang lainnya.

Keluarga yang damai dan sejahtera adalah idaman bagi seluruh manusia. Di sanalah awal pondasi bagi sebuah negara. Karena bisa jadi kita bisa melihat bagaimana kondisi suatu negara dari sebuah keluarga.

Dalam dunia pendidikan peran orang tua tentunya sangat besar. Rata-rata seorang anak menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah, maka di sinilah tugas pendidikan diserahkan sepenuhnya kepada ayah dan ibu. Sejauh mana mereka melihat bakat yang dimiliki anaknya, maka disinilah mereka bisa mencetak ke arah mana anak ini fokus di bidangnya. Sehingga besar kelak, sang anak bisa menyumbangkan hasil karya untuk bangsanya.

Begitu besar bukan peran sebuah keluarga. Begitu pula sebaliknya jikalau di dalamnya tidak ada kasih sayang dan cinta, maka bisa jadi dari keluarga pulalah awal mula dari kehancuran suatu bangsa.

Seorang istri yang baik, yang bisa mengatur keluarga bukanlah tidak mungkin menjadi tulang punggung bangsa ini. Dengan tidak meminta yang macam-macam di luar kemampuan sang suami, maka di sana tidak ada pula peluang bagi sang suami untuk melakukan tindakan korupsi di tempat ia bekerja.

Lagi-lagi peran sebuah keluarga sangat besar bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Cinta yang tumbuh di dalamnya akan menyebar luas hingga menciptakan negeri ini aman damai dan sentosa. Maka jagalah keutuhan keluarga, tanamkan di dalamnya cinta hingga setiap kita bisa menebarkan benihnya dalam setiap aktifitas di manapun kita berada.

Keluarga...
Ya, maka carilah pasangan hidup betul-betul kawan, karena dari situlah kalian akan membangun pondasi sebuah keluarga. Mulailah membangunnya cinta dan niat ikhlas dan tulus suci untuk beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Saturday, April 07, 2007

Grand Syeikh Al-Azhar Membolehkan Transfer OrganTubuh

Grand Syeikh Al-Azhar dan menteri urusan wakaf mengumumkan bolehnya memindahkan organ tubuh manusia yang sudah mati k organ tubuh manusia yang masih hidup.

Syeikh Muhammad Sayid Thantawi dan Mahmud Hamdi Zaqzuq menteri urusan wakaf Republik Mesir, menyadarkan kebolehan hak ini selama dilakukan dengan cara yang baik dan benar. Dijelaskan bahwa transfer organ tubuh ini adalah macam dari al-iitsar yakni azas mngutamakan orang lain.

Menteri menjelaskan permasalahan ini telah dijelaskan oleh pakar kedokteran, dan sejauh mana mendefinisikan "kematian" secara detail semua telah dijelaskan panjang lebar. Dengan demikian para pakar kedokteran meminta dikeluarkannya hukum untuk mengatur masalah transfer dan transplantasi organ tubuh manusia. Dengan maksud, jika ditemukan kemaslahatan di dalamnya maka Allah mensyariatkan hal itu.

Lembaga Penelitian Islam telah lebih dulu menyetujui pasal operasi pemindahan organ sejak kurang lebih sepuluh tahun.

Wednesday, March 07, 2007

Apa Arti Laki-laki Tanpa Perempuan

Masih ingat Presiden Amerika Bill Clinton? Apa rahasia kesuksesannya melenggang ke Gedung Putih? Saat kampanye pemilu melawan Bush Senior, ia selalu mengatakan "Pilih aku sama dengan beli satu dapat dua atau two in one". Maksudnya, dengan memilih Clinton tidak saja akan mendapatkan Clinton akan tetapi juga Hillary Rodham, sang istri yang sama hebatnya seperti Clinton.
Dan benar, Clinton akhirnya berhasil mengalahkan Ayahanda George Walker Bush yang saat itu masih menjabat presiden. Ia juga terpilih untuk masa jabatan yang kedua kalinya. Kesuksesan Clinton tidak bisa lepas dari peran istrinya, seorang pengacara terkenal yang masuk nominasi "The Best Ten Advocates" di negeri Paman Sam.
Sama halnya dengan Bill Clinton, kesuksesan Presiden SBY juga tidak lepas dari peranan istrinya, Ani Yudhoyono yang setia mendampinginya dan memberikan sumbangan pemikiran yang terbaik untuk sang suami. Ibu Ani-lah yang menyarankan SBY untuk keluar dari Kabinet Megawati saat keberadaannya tidak dihargai lagi. Ibu Ani pula yang meyakinkan SBY untuk menerima tawaran Gus Dur menjadi menteri pertambangan energi di saat suaminya ragu antara menerima dan menolak, sebab dengan menjadi menteri berarti tamat sudah karier militer yang dirintis bertahun-tahun lamanya, padahal SBY sangat berpeluang menjadi panglima TNI. Tetapi menurut Ibu Ani, mengabdi kepada bangsa dan Negara tidak harus di TNI, bisa juga dengan menjadi menteri.
Jusuf Kalla pun tak jauh berbeda. Wakil presiden yang juga seorang pengusaha papan atas serta ketua umum partai terbesar di tanah air, ketika ditanya rahasia kesuksesannya ia menjawab dengan mantap adalah karena istrinya, Ibu Mufidah Kalla.
Begitulah, banyak orang-orang besar muncul karena sentuhan istrinya. Perempuan dengan segala kelembutan, kasih sayang dan perhatiannya memiliki posisi istimewa di mata sang suami serta penentu kesuksesan karirnya. Sedekat apapun seorang pejabat dikelilingi staf ahli dan sekretaris pribadi, tetap lebih dekat pejabat itu dengan istrinya. Karena itu, kebijakan penting dan keputusan besar lebih banyak ditentukan hasil diskusi di atas ranjang.
Demikian pentingnya kehadiran seorang perempuan dalam kehidupan laki-laki, maka perempuan dalam perannya sebagai istri harus mampu memahami posisinya dan posisi suaminya, menjadi penyejuk hati suaminya dan menjadi mustasyaroh dalam segala hal. Karena di sisi lain ada juga perempuan yang tidak menyadari kedudukan dan tugasnya serta ada juga yang tak bisa mengerti posisi suaminya sehingga menuntut lebih dari kemampuan suami. Sebagai contoh, berapa banyak pejabat yang korupsi dan menyimpang dari aturan yang benar akibat desakan sang istri yang selalu menuntut lebih. Sehingga dampaknya tidak hanya dirasakan segelintir orang saja namun seluruh masyarakat.
Oleh sebab itu, seorang perempuan sudah semestinya menyadari peran dan fungsinya di sebelah suami. Alangkah mulianya bila ia mampu memberikan pikiran dan gagasan cemerlang kepada suaminya yang tentu bermanfaat bagi kemaslahatan lebih luas.
Bagi yang belum menikah, uraian ini belum terasa maknanya, tapi bukan berarti tidak perlu diketahui dan dipelajari. Ketika masih duduk di bangku kuliah dulu Hillary Rodham, Ani Kristina Herawati dan Mufidah tak pernah membayangkan bila suami mereka di kemudian hari menjadi orang hebat. Nah, tidak salah jika perempuan-perempuan berpikir positif, progresif dan optimis bahwa mereka juga bisa berkesempatan mendampingi tokoh-tokoh besar di suatu saat nanti atas ijin Allah.***

Monday, March 05, 2007

Qonathir Vs Sungai Nil


Dia tak terkenal layaknya Piramida dan Spincx di Mesir. Dia hanya sebuah jembatan tua yang dulu dibangun untuk membantu manusia menyeberangi hamparan sungai nil yang lebar di zaman dahulu ketika ilmu teknik masih belum secanggih saat ini. Mempermudah agar orang-orang tak perlu susah melewati bermil-mil perjalanan untuk sampai ke tempat tujuannya yang berada di seberang sana. Kata qonathir artinya jembatan.

Mungkin orang-orang Mesir lupa akan nilai sejarah yang dimiliki jembatan tua sepanjang lebar sungai nil itu. Mereka tidak memeliharanya dengan baik, hingga pemandangan di sana pun tak bisa disandingkan dengan kemegahan Piramid ataupun kegagahan spincx yang berdiri kokoh di kota Giza.

Qonathir hanya bangunan tua, di sana banyak kotoran kuda hingga orang puas dengan mengunjunginya sekali saja. Seandainya ia didandani sedikit saja pastilah tempat wisata itu akan sangat ramai dikunjungi manusia. Sayangnya saranku belum didengar oleh Pak Husni Mubarak hingga Qonathir ya masih seperti yang dulu, bau kuda dan sampah berkeliaran dimana-mana. Oh bukan salahku kau seperti ini Qonathir.

Namun bagi turis yang ingin menikmati keindahan sungai nil sepuas-puasnya, perjalanan menuju qonathirlah jawabannya. Kita menempuh perjalanan untuk sampai ke jembatan ini sekitar dua jam. Waktu yang lama untuk menikmati keindahannya bukan?...

Kita akan diajak untuk menikmati kota Kairo dari perairan sungai yang alirannya tenang dan menghanyutkan perasaan ini, pantaslah suamiku menjadikan perjalanan di atas sungai ini hadia bulan madu kami. Memang romantis untuk memadu kasih, maka jangan kaget kalau di atas kapal banyak pasangan yang bermesraan. Karena suasana romantisnya begitu menggoda.

Satu jam kemudian kita disuguhi dengan pemandangan pedesaan yang damai. Kita akan temukan banyak perkebunan dari gandum sampai kurma. Kebun pisang juga ada. Seandainya sungai nil tak ada maka perkebunan ini pun tak akan ada, karena itu pantaslah kalau Nil adalah hadiah untuk bangsa Mesir karena di sinilah pusat kehidupan mereka.

Pemandangan hijau akan mengantar kita sampai tiba di qonathir. Jembatan tua yang kini sudah banyak saingannya yang lebih gagah dan keren. Tapi sejarah dan waktu adalah kelebihannya dibandingkan dengan jembatan-jembatan lain yang terbentang di atas sungai nil. Dia menyimpan begitu banyak kenangan. Meskipun kini dirinya hanya dijadikan objek wisata yang tidak begitu digemari oleh turis-turis asing, namun keberadaannya paling tidak telah memperkaya nilai sejarah yang dimiliki negeri para nabi ini.

Friday, March 02, 2007

Menjaga Kesehatan

Kesehatan, suatu yang begitu berharga dalam hidup kita. Saat kita rasa sakit, betapa sehat itu adalah segala-galanya dalam hidup ini. Untuk apalah kita berlimpah harta, namun tak bisa menikmatinya dengan leluasa akibat penyakit yang kita idap. Maka jagalah selalu kesehatan Anda.

Bukankah begitu banyak cara hidup sehat yang ditulis dalam berjuta-juta artikel. Mereka semua menulis hal yang sama tujuannya yang tidak lain adalah bagaimana cara agar kita selalu hidup sehat jauh dari berbagai macam penyakit.

Betapa sedihnya sakit, kita tidak bisa melakukan apapun yang kita inginkan, nggak bisa makan yang kita suka dan masih banyak lagi. Sungguh tidak enak hanya berbaring di kasur. Menunggu sampai sehat datang, sungguh membosankan, aku ingin sehat, tidak ingin sakit. Betapa kuingin berlari bebas menghirup udara, melakukan aktifitas yang kuinginkan, mengejar impian yang kuukir sejak kecil. Apalah arti semua itu kalau kita sakit.

Maka selagi kita masih sehat, marilah kita jaga agar penyakit enggan mampir ke tubuh kita.

Saturday, February 24, 2007

Bertemu Tita




Di hari jumat, pagi-pagi sekali aku dan suami pergi ke tempat mama Mesir. Kami berdua sengaja tidak sarapan di rumah karena, kami janji akan berada di rumah tuan rumah kami itu paling lambat pukul sembilan pagi.



Akhirnya kami sarapan di restoran to'meya dekat rumah mama di daerah sekitar mu'tamarot, tempat dimana pameran buku internasional biasa digelas setiap tahunnya. Selesai makan kami cepat-cepat ke rumah mama karena si Noha sudah dari tadi miss call hp kami.

Sampai di sana, ala mak.... mereka belum pada siap-siap! Kami kira, begitu kami datang langsung cabut ke Syubro, tempat Tita tinggal, tapi ternyata mereka baru pada bangun, cuma mama yang kelihatannya sudah bangun dari tadi. Karena aku lihat rumah sudah rapi. Mama bilang hari ini dia bangun pagi-pagi sekali langsung mencuci baju, membersihkan rumah dan dapur dan tugas rumah lainnya. Sedangkan anak-anaknya asyik tidur.

Hampir satu jam kami menunggu mereka siap-siap, Baba baru bangun, Noha juga. Huh payah deh.

Akhirnya berangkat juga kami ke Syubro. Ini pertama kalinya aku pergi ke sana. Dilihat dari gaya arsitektur bangunannya, Syubro memang bisa disebut kota lama, orang-orang Mesir bilang "Misr qodim". Kata baba uang sewa di daerah Syubro hanya 5 Le perbulannya. Aku pertama sih kaget, kok ada rumah yang sewanya hanya lima pound Mesir setiap bulannya, tapi setelah kulihat rumahnya yang memang sudah sangat tua ya..maklum lah. Di dalamnya nggak ada apa-apa, udah" butut". (hehehe)

Tapi lumayan loh buat mahasiswa. Tapi daerah Syubro nggak terkenal buat para pelajar asing. Distrik 10 tempat ku tinggal di sanalah kompleks pelajar asing tinggal. Dari berbagai negara khususnya orang-orang Asia.

Pertama kali masuk rumah Tita, istri Amu Sodik menyambut kami dengan ramah. Setelah itu Tita menyapa kami dengan senyumnya yang manis. Tita sudah berumur tapi kharisma kecantikannya masih tampak. Badannya masih sehat, segar. Tapi memang terkadang orang tua, nggak jauh dari pikun. Kami selalu ditanya "Gimana Mesir menurut kalian, Hilwa?" hampir 30 kali Tita bertanya dengan kalimat yang sama. Aku dan mas hanya tersenyum dan menjawab hal yang sama yang sudah kami ulang sekitar tiga puluhan juga.

Baba selalu pergi ke tempat Tita setiap hari Jumat, dan Jumat ini kami diajak mengunjungi ibunda baba yang tersayang ini. Tita sangat senang kami berkunjung ke rumah, beliau bercerita kebanggaannya pada Baba Mohammad.

Aku juga ngefens berat sama baba. Orangnya memang baik, nggak banyak ngomong. Kalau aku ada masalah pasti baba datang.

Selain Tita, di rumah itu keluarga Amu Sodik juga tinggal. Amu Sodik punya tiga anak, dua laki-laki, Muhammad dan Mustofa, satu Perempuan Syaima namanya. Dia pintar berbahasa Inggris dan Perancis, kami sempat cakap dengan bahasa Perancis dan Inggris. Keluarga itu bahagia sekali dan menyuruh kami untuk main ke sana lagi.

Beberapa jam setelah sholat jumat, kami pun pamit pulang. Tita senang sekali. Kami pulang ke rumah baba, di sana mama masak ikan bakar. Hmm enak deh akhirnya kami makan bersama dan satu jam kemudian kami pamit pulang.

Jumat yang menyenangkan.
Tapi...OOps aku punya banyak tugas kuliyah yang belum selesai.
Wah ngelembur nih....

Saturday, February 10, 2007

Liburan Yang Hampir Berakhir

Hampir lima belas hari liburan termin pertama terlewati, rasanya tidak terasa masa-masa ini akan berakhir. Para mahasiswa Al-Azhar putri benar-benar memanfaatkannya untuk beristirahat. Pasalnya mereka begitu lelah saat menjalani perkuliahan, apalagi mereka yang tinggal di luar Kairo, penuh perjuangan hingga bisa sampai ke kampus.

Cara menghabiskan masa liburan tentunya berbeda antara satu dan yang lainnya. Bagi mereka yang rajin dan tidak mau menghabiskan waktu dengan cara percuma, mungkin saja menghabiskan waktunya dengan membaca habis semua mata kuliyah yang tersisa untuk termin kedua karena buku-buku diktat sudah tersedia, sehingga mereka memanfaatkannya untuk mempelajarinya agar tidak terlalu berat menghadapi termin kedua yang harus menghafalkan empat juz Al-Quran bagi mahasiswa asing dan 7,5 juz bagi mahasiswa berbangsa Arab.

Hawa udara di Kairo begitu dingin sehingga kadang pula hanya menghabiskan waktu dengan ditemani selimut alias tidur panjang.

Yang hobi jalan-jalan, tidak melewatkan begitu saja masa liburan ini, mereka menjelajah tempat-tempat pariwisata yang ditawarkan Mesir dengan pesonanya yang khas.

Semua punya cara sendiri-sendiri dalam menikamati liburannya. Ya bagaimanapun juga kita menikmati liburan jangan sampai kebablasan karena minggu ini kita sudah ditunggu oleh para duktur yang siap membagi ilmunya bagi para mahasiswanya.

Oke selamat liburan dan selamat menempuh termin dua, GOODLUCK.

Sunday, February 04, 2007

Tentang Pernikahan Dini

Pernikahan dini menjadi inspirasi untuk tulisan saya, entah mengapa saya tertarik membahasnya. Di samping karena pengalaman pribadi, lingkungan di sekitar pun mendukung.

Saya membatasi lingkungan sekitar ini khusus untuk mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di lembah sungai nil ini, dan tidak mencakup orang-orang Mesir. Karena mereka punya bahasan tersendiri mengenai pernikahan yang tidak kalah uniknya dan punya problematika tersendiri yang menarik untuk dibahas.

Namun sekarang saya terlebih dahulu membahas tentang pernikahan dini-nya para mahasiswa Indonesia di Kairo.

Ketika saya menginjakan kaki pertama kali di bumi para nabi ini, tidak pernah terbersit sedikit pun keinginan menikah di usia belia. Entah mungkin karena sudah takdir Tuhan akhirnya aku pun menikah di sini.

Sebelumnya aku sempat ragu apakah aku bisa belajar sambil membina rumah tangga? Tetapi saat aku mendengar seminar tentang pernikahan dini dengan Fauzil Adhim saat beliau berkunjung ke Kairo, aku pun menjadi tercerahkan.

Didukung oleh banyaknya seniorku yang juga menikah di usia dini, rata-rata mereka menikah di saat sudah memiliki seseorang yang mereka cintai.

Mereka beranggapan bahwa cinta itu akan sempurna bila diikat oleh tali pernikahan karena dengan begitu hubungan kita menjadi halal.

Dalam ajaran islam, pernikahan adalah suatu "mitsaqon gholizho" suatu janji yang agung, didalamnya terdapat pahala yang besar jika kita membinanya dengan baik. Maka dalam, dengan menunaikan pernikahan berarti kita telah menyempurnakan separuh dari agama kita. Setiap aktifitas yang kita lakukan untuk membahagiakan pasangan akan diberi pahala yang besar jika dilakukan dengan penuh keikhlasan.

Dengan alas an itulah banyak mahasiswa Indonesia di sini yang lebih memilih untuk menikah dini. Dan bukan MBA alias Married By Accident. Lebih baik kita menghalalkan hubungan kita jika memang sudah saling mencintai, lebih berkah dan berpahala daripada pacaran luntang lantung nggak jelas ujungnya.

Apalagi pacaran yang sudah kebablasan dalam arti sudah melakukan hal-hal yang terlarang dalam ajaran agama. Makna cinta suci sudah mereka nodai dengan perbuatan yang tak selayaknya mereka lakukan sebelum melangsungkan pernikahan.

Maka lebih baik kalian menikah saja kalau sudah saling mencintai. Karena jika ingin menilai laki-laki itu serius dengan kita atau enggak lihat saja ekspresinya saat kita ajak dia untuk menikah. Kalau serius pasti dia akan menerima ajakan kita, kalau tidak ya…berarti dia Cuma ingin main-main saja.

Memangnya perempuan itu apa buat mainan para lelaki yang jelas. Sudah deh buat kawan-kawan seiman ayo jangan sampai terjerumus ke dalam pergaulan bebas yang tanpa batas. Ingat kita hidup di dunia ini hanya sementara. Kehidupan yang hakiki ada di akhirat, ayo nabung sebanyak-banyaknya untuk kehidupan kita kelak. Niatkan semua aktifitasmu untuk beribadah kepada Allah Sang pencipta alam semesta.

Saturday, February 03, 2007

Concrete "to stem Java mud flow'


The mud flow has been relentlessA plan to drop concrete balls into the mouth of a "mud volcano" in East Java to stem its flow should go into action next week, Indonesian scientists say.
Hot mud and gas have been spewing out of the ground since May 2006; experts warn the torrent could continue for months, if not years, to come.
But the government-approved scheme could halt the flow within two to three months, the team behind the plan says.
Other geophysicists said it was a "long shot", but "could be worth a try".
Dr Umar Fauzi, who developed the idea with a team at the Bandung Institute of Technology, told the BBC News website the work was due to begin on 7 February, following approval from the government and the team managing the disaster.
Engineers will drop 1,000 1.5m-long metal chains into the mouth of the mud leak. Each chain has four concrete balls suspended from it; two with a 20cm diameter and two with a 40cm diameter.
They will begin slowly, Dr Fauzi explained; perhaps dropping five to 10 chains on the first day, then slowly increasing the number until they insert up to 50 chains per day.
Company blamed
"We aim to lower the chains deep down into the neck of the crater," he said. "This will not plug the volcano, but will force the mud to flow around the chain-balls, decreasing the mud's energy and slowing its flow."
Dr Bagus Nurhandoko, who helped develop the scheme, told Nature magazine: "It will make the mud tired. We're killing the mud softly."
The team is uncertain exactly how long stemming the flow could take.
"We will monitor the reaction of the volcano as we progress," he told BBC News. "How long it will take to stop the flow depends on the reaction, but we think it will take maybe two to three months."
The disaster, which began on 29 May 2006 in the Porong subdistrict of Sidoarjo in Eastern Java, close to Indonesia's second city of Surabaya, is thought to have been triggered by the drilling work of gas prospectors PT Lapindo Brantas.
The event has forced many thousand from their homes.
The Indonesian government has been working to halt the mud with a network of dams and by channelling some of it into the sea, but with little success so far.
The cost of this new scheme is estimated at 3 billion rupiah ($330,800); a government spokesman said PT Lapindo Brantas would pay the cost.
The concrete balls method would cost less than other proposed schemes to halt the mud volcano, Dr Fauzi said.
Brian Simpson, an engineer from Arup Geotechnics, said the plan was a "long shot" and would have to overcome many difficulties.

The mud leak has submerged several villages
One of the problems, he said, was by slowing the mud down, you would inevitably create pressure, and this pressure could dislodge the blockage or force open another path.
"However, saying that, when swallow holes or pipes form in dams, it is quite a normal procedure to throw in some fairly coarse material to gradually dam it up," he explained.
What it might do, he added, would be to buy the Indonesian authorities some time to create a more effective and final solution.
"However, now this volcano has been flowing for so long it is going to be extremely difficult to stop, but this scheme is probably worth a try, although I doubt it will work," he said.
Professor Richard Davies, of the Department of Earth Sciences at Durham University, said: "This is completely unchartered territory - nobody has ever done this before. There is a possibility that the pressure may build, forcing open other vents, possibly exacerbating the situation."
Dr Mads Huuse, a geophysicist at the University of Aberdeen, said: "I don't think this idea has ever been tried before.
"If the mud doesn't just whirl straight past these balls, it could work.
"We think this is a man-made volcano caused by the drilling, and it could really go on for a very long while. Already 10,000-11,000 people are homeless," he added.
"It would be wonderful for them if this works."

Friday, February 02, 2007

Cairo Book Fair Sets Religious Tone



The Cairo Book Fair covers 80,000 square meters with some 1,400 stands of books and CDs [EPA]

Organisers of the Cairo Book Fair, the largest book exhibition of its kind in the Arab world, have said they expect some two million visitors on the fair's last day on Sunday.

Religious works have dominated the 39th annual Cairo Book Fair while literature and scientific texts have taken a back seat.

Millions of Cairenes have been thronging to the fair giving it an air of carnival on the vast exhibition grounds covering 80,000 square meters in northern Cairo with some 1,400 stands of books and CDs.

The fair easily dwarfs similar events held in Beirut, Abu Dhabi and Casablanca.
bodyVariable300="Htmlphcontrol2_lblError";
"It is a representation of the conservatism in society," said Adel Abdel Moneim, an Arabic language and literature lecturer, who has been coming to the fair for years, referring to the vast numbers of inexpensive religious books on offer. "Still for someone who likes to read or follow new publications, the book fair every year is a golden chance," he said. 'Guest of honour'
Following the example of the Frankfurt Bookfair, the Cairo event has designated a country as a "guest of honor", with Italy this year following up from Germany's emergence last year. The event has included literary salons held far from the restless crowds surging through the crumbling fair grounds including one featuring Claudio Magris and Antonio Tabucchi, Italian intellectuals and Alaa al-Aswani and Gamal Ghitani, Egyptian writers, discussing cross-cultural communication. "We still have a long road to travel, but there are encouraging signs of dialogue between the cultures and that can take place through more mutual translations," said Antonio Badini, the Italian ambassador to Cairo. "It is true that the number of publishers from outside the Arab world were rather few and we are trying to encourage them to come," said Nasser al-Ansari, the fair organiser and head of the country's largest publisher, the General Egyptian Book Organisation. Naguib Mahfouz
By far the most popular figure at this year's book fair was recently deceased author Naguib Mahfouz, Egypt's own Nobel winner, whose novels about families in Cairo's popular quarters introduced Egyptian literature to millions around the world. "I think that his [Mahfouz's] books will be the great success of this fair," al-Ansari said.
"Apart from the religious books of course." Of the 700 Egyptian and Arab publishers at the fair, the vast majority stock religious books on their shelves.
"Even we reserve about a quarter of our catalog for them," al-Ansari said. Television preachers
Korans of all styles, from the simple to the leather-bound, share shelf space with collections of religious sayings and fatwas as well as their more modern incarnations on cassettes and compact disks. The collected works of late venerable preachers like Egypt's Sheikh Mohammed Shaarawi and Saudi Arabia's Abdel Aziz bin Baz were present as well, though there was stiff competition from the young "new look" television preachers like Amr Khaled. "It's become a real business, but this fundamentalism comes from Saudi Arabia and stays with the cynical encouragement of the powers that be," said Alaa al-Aswani, a best-selling Egyptian author whose social satire the "Yacoubian Building" has achieved fame far beyond Egypt's borders.
Anti-Christian
The fair also has its darker sides, with anti-Christian polemics advocating conversion to Islam as the only solution to a flawed religion and of course plenty of editions of Adolf Hitler's "Mein Kampf" for sale. "It makes up a big part of our success, especially among the 18 to 25 crowd," said Mahmud Abdallah of the Syrian-Egyptian Dar al-Kitab al-Arabi publishing house. "Allowing the sale of books like 'Mein Kampf' is a total scandal," said Mohammed Arkoun, professor emeritus of Islamic history at the Sorbonne, for whom the Arab cultural production, at least as seen through the lens of the Cairo Book Fair, "reflects above all, a certain emptiness."
Censor
Partly this could be because certain books didn't make it to the fair. As Lebanese publisher Dar al-Adab discovered when the boxes containing works by Milan Kundera, Nikos Kazantzakis and noted Egyptian authors Nawal al-Saadawi and Edward al-Kharrat were missing. "We knew from previous experience that the censor had banned them," said Nabil Nofal, a member of the sales team, adding that they never receive official notification or explanation for why the books weren't allowed. According to literary observers, subject matters involving sex, controversial politics and attacks on religion set off alarms among the censors.

EGYPT BLOGGER MAINTAINS INNOCENCE



The judge in Egypt's first trial prosecuting a blogger for writings critical of the country's religious authorities said on Thursday he will deliver his verdict on February 22.Lawyers for Abdel Kareem Nabil say he could face up to 11 years in prison if convicted of insulting Islam by the court in the city of Alexandria.
In a heated exchange during Thursday’s court session a prosecution lawyer accused 222-year-old Nabil of being an "apostate".

Nabil, who has been in detention since November, pleaded innocent to charges of insulting Islam, harming the peace and insulting President Hosni Mubarak.
bodyVariable300="Htmlphcontrol2_lblError";
"I don't see what I have done," he said from the defendant’s cage. "I expressed my opinion...the intention was not anything like these [charges]."Nabil, a 22-year-old former student at Egypt's Al-Azhar University, has often denounced Islamic authorities and criticised Mubarak on his Arabic-language blog.
The judge, Ayman al-Akazi, said he would announce his verdict on February 22. The trial began in Alexandria on January 18.Amnesty call
Nabil's detention has caused outrage among human rights groups.
On Thursday Amnesty International called for Nabil's "immediate and unconditional release."
Nabil "is being prosecuted on account of the peaceful expression of his views about Islam and the al-Azhar religious authorities," Malcolm Smart, the group's Washington-based Middle East and North Africa Program director, said in a statement.
Nabil was thrown out of Al-Azhar University because of his writings and the institution pressed authorities to put him on trial.
Prosecution arguments in Thursday's session were given by a team of Islamist lawyers who volunteered to serve as the "representatives of the people," an arrangement allowed under Egyptian law.
The government's state prosecutors, who drew up the legal case against Nabil, were not present.
Nabil "has hurt every Muslim across the world," argued one of the lawyers, Mohammed Dawoud. He urged the judge to hand Karim the maximum punishment
Dawoud called Nabil an "apostate" sparking shouts from the defence lawyers and a heated exchange until the judge demanded order.Nabil's defence lawyers avoided making a case for Nabil's right to write about Islam, instead focusing on technical aspects and arguing that the prosecution's written case against Nabil was incomplete.
Seif el-Islam, the chief defence lawyer said the court should appoint an expert to examine the evidence. The defense has raised questions whether the Internet server was based in Egypt and therefore whether a crime was committed in Egypt.Blogger arrestsFellow defence lawyer Mohsen Bahnasawi argued that crimes related to the Internet were new in Egypt and that the penal code did not cover them.
Dawoud asked the judge to add a fourth charge of "insulting a sect," punishable with another five years in prison. The judge did not immediately respond.
"I want him [Nabil] to get the toughest punishment," Dawoud told The Associated Press. "I am on a jihad here ... If we leave the likes of him without punishment, it will be like a fire that consumes everything."
Egyptian security forces arrested a number of bloggers last year - usually in connection with their links to protests by democratic reform activists.
All have been released, except Nabil, who was the only one to deal with the sensitive topic of religion in his writings.
In his blog, where he uses the name Kareem Amer, Nabil was a fierce critic of conservative Muslims and in particularly of al-Azhar, which he denounced as "the university of terrorism".

Saturday, January 27, 2007

Noha Temanku


Nuha Muhammad Kamal Shodiq, gadis Mesir yang akrab kupanggil "Nuha" ini benar-benar sangat berjasa dalam hidupku. Dia tidak hanya selalu membantuku dalam setiap masalah di kampus, tapi juga membantuku dalam mencarikan apartement dengan harga yang miring dan nyaman dihuni. Ya..apartement yang sekarang kutempati ini adalah milik keluarganya. Di saat aku dan suamiku bingung mencari tempat tinggal, Nuha datang sebagai penyelamat.

Nuha gadis Mesir yang lugu, dia benar-benar anak mama. Kalau ukuran orang Indonesia dia termasuk anak rumahan yang jarang keluar rumah sendirian kecuali ke kampus. Kemanapun dia pergi pasti harus ditemani ataupun diantar, meskipun dia asli beradarah Mesir tapi kalau masalah tempat-tempat di Mesir sepertinya aku lebih paham disbanding dia. Dia hanya tahu kendaraan umum antara rumahnya dan kampus dn beberapa tempat di daerahnya saja, bahkan kendaraan yang menuju kawasan distrik sepuluh tempatku tinggal saja dia tidak tahu.

Maklumlah, anak mama papa, kemana-mana diantar papa, jadi nggak tahu apa-apa kalau keluar sendirian.

Pernah suatu hari saat aku pulang dari kampus, mama Nuha telepon ke rumah menanyakan kabar Nuha, pasalnya gadis manis ini belum pulang pada jam tiga sore, karena biasanya jam segitu Nuha harus berada di rumah untuk makan siang. Dia tidak membawa Hp saat itu hingga otomatis mamanya kalang kabut mencari dia. Heba, kakaknya yang sama-sama kuliyah di Azhar juga tidak tahu tentang kabar adiknya yang satu ini, Heba dan Nuha jarang berangkat dan pulang kuliyah bersama-sama, sehingga mereka setiap harinya tidak tahu keadaan masing-masing selama di perkuliahan.

Pertama kali aku berjumpa dengan Nuha, kerajinannya di kuliyah yang membuatku tertarik. Catatannya boleh dibilang lengkap dan "most wanted" deh. Banyak teman-temanku berburu catatan padanya, baik orang Mesir maupun mahasiswi asing. Nuha gadis baik, dia suka menolong sesamanya, sampai suatu saat kebaikannya itu dimanfaatkan oleh salah seorang mahasiswi di kelasku, Nuha tidak begitu mengenalnya tapi dia merelakan catatan kuliyahnya yang penting itu untuk dibawa pulang. Dia membawa catatan kuliyah Nuha dan tidak dikembalikan. Nuha yang perasaannya sangatsensitif itu sering menangis kalau terjadi sesuatu yang sedikit saja tidak mengenakkan hati.

Ya…Nuha..Nuha, bagaimanapun juga dia adalah teman baikku, aju sdih kalau dia menangis. Tapi aku tidak bias melakukan apa-apa kecuali menghiburnya.

Hp-ku tidak pernah sepi dari Miss Call-nya. Kalau dia kangen pasti telepon ke rumah dan mengajakku ke rumahnya. Aku jarang mengajaknya ke rumahku karena aku takut dia kesasar.

Suatu hari aku pernah bertanya kepadanya, akapah dia bersedia menikah dengan orang Indonesia dan tinggal di tanah airku. Aku kaget dengan jawabannya yang dengan enteng tanpa beban menjawab "iya, aku ingin tinggal di Indonesia, aku ingin jadi tetanggamu di Indonesia Anita" aku jadi terjaru mendengarnya, tapi mungkin itu hanya mujamalah alias basa-nasi-nya orang Mesir. Aku yakin mama dan baba-nya tidak tega melepasnya tinggal di negeri seberang yang jauh dari tanah kelahirannya.
Ya…itulah temanku Nuha. Bagaimanapun aku beruntung bisa mengenal seluruh keluarganya yang sangat baik. Dan yang lebih penting lagi buatku, dengan bersahabat dan dekat dengannya aku bisa meningkatkan kemampuan komunikasiku dalam bahasa Arab dan mengenal lebih jauh tentang kebudayaan mereka yang memang aku cari.