Tuesday, April 17, 2007

Badai Debu Kairo

Pagi ini aku pergi ke kampus agak terlambat, karena kupikir duktur yang akan hadir pada hari ini pun akan terlambat. Selain karena biasanya beliau terlambat, cuaca hari ini pun tidak begitu bersahabat. Pukul tujuh pagi ini, sebelum siap-siap berangkat, kusempatkan membuka kabar tentang prakiraan cuaca hari ini di Nile akhbar, ternyata hari ini cukup panas yang ditunjukkan dengan angka 36 derajat untuk ukuran maksimum hari ini.

Aku pun siap-siap dengan pakaian tipis, agar tidak kepanasan nantinya. Di dalam rumah aku tak merasakan kondisi sebagaimana yang ada di luar. Namun setelah kulangkahkan kakiku dari pintu gerbang apartemenku, ooh..ternyata angin begitu kencang ditambah debu yang bertebaran tertiup angin nan berhembus begitu kuat. Kulangkahkan kakiku dengan mantap meuju kampu meskipun angin dan debu terus mengelilingiku.

Hawa begitu panas, ingin rasanya aku di rumah menikmati segelas air dingin, hmm...yah tapi sudah kubulatkan tekadku untuk kuliyah hari ini.

Setengah jam kemudia akhirnya aku pun sampai di kampusku tercinta. Alhamdulillah kendaraan menuju kampus tidak begitu sulit pagi ini. Meskipun harus membayar agak mahal karena kendaraan yang kutumpangi bukan bis umum tapi eltramco yang harganya nggak pasti selalu berubah menurut selera sang sopir. Tak apalah yang penting aku sampai di kampus.

Sesampainya di depan kelas, ternyata duktur sudah ada di dalam, mungkin beliau baru saja tiba melihat keadaannya yang masih berdiri dan baru mengucap salam. Aku pun langsung memposisikan diri tepat di depan duktur, tempat biasanya aku duduk. Bukan di mudaraj seperti yang lain tapi aku membawa sendiri sebuah kursi dan kuletakkan pas di depan podium duktur. Karena aku pikir, mudarraj terlalu penuh di bagian depan, sedang aku nggak mau duduk di bagian belakang, karena suara duktur pastinya tak jelas.

Aku begumam dalam hati, kok duktur Izzah yang masuk, bukankah beliau di jam terakhir, madah ulum quran? Seharusnya sekarang duktur Abdussalam, madah tauhid.

Beberapa menit setelah kubergumam, duktur Abdusalam muncul, dan duktur Izzah pun undur diri karena jam ini hak duktur Tauhid. Muhadoroh tauhid pun dimulai.

Setelah satu jam setengah lamanya, akhirnya pelajaran tauhid pun selesai. Kami tingkat dua ushuluddin, keluar sejenak karena kelas dipakai oleh tingkat empat hadis. Tak kusangka begitu keluar kelas, yang kulihat di luar langit sangat gelap, ternyata badai debu pagi tadi masih berlanjut bahkan semakin parah siang ini.

Bau debu sagat menusuk, udara begitu pengap dan panas. Hawa yang tidak nyaman, kotor, berdebu dan panas, oh jauh sekali ibanding dengan Indonesiaku yang tak pernah ada badai debu. Semua tempat berdebu, lantai, dinding, kursi, jendela, kaca, semuanya.

Aku pun ingin mengabadikan momen ini dengan kamera digital yang kubawa. Aku pun keluar dan memotret dua buah tempat di sekitar halaman kampus yang ditiup angin dan debu. Yup aku pun kembali masuk ke dalam mabna qodim. dan mencari tempat nyaman untuk duduk.

Maka pukul tiga siang, berakhirlah semua mmuhadoroh hari ini. Kondisiku begitu lelah dan lesu. Dengan langkah lunglai akupun pulang menuju mahattoh kuliyah banat yang jaraknya cukup membuatku terkena sengatan matahari dan debu lama.

Ketika aku ingin mengabadikan momen ini lagi, tak kusangka, kamera ku tak bekerja...Aduh kenapa ini?
Aku kebinungan mencari sebab rusaknya kameraku, sepertinya aku tidak melakukan apa-apa yang membuat dia rusak deh....

Ya sudah akhirnya kuputuskan untuk cepat-cepat sampai ke rumah dengan mempercepat langkahku menuju halte. Akhirnya mobil pun aku dapatkan setelah agak lama menunggu. Huh debu dan panas, benar-benar membuatku sakit dan pusing. Perasaanku juga jadi ikut-ikutan nggak mood.

Sesampainya di rumah aku langsung mengguyur semua badanku. Debu begitu penuh menempel di bajuku. Terbukti dengan hitamnya air sabun yang kutuang ke bajuku.

Oh badai debu

cepatlah berlalu

ku tak mau

kau mengikuti selalu